Siapa Mbah Dahnan Pendiri Pondok Kidul Kali Kelutan Trenggalek Itu?

Almarhum Syekh Abdul Hannan (Mbah Dahnan)

Trenggalek, suryamataraman.net

Di daerah Tambak Ngadi, Kediri, Jawa-Timur terdapat suatu kompleks makam auliya’. Kata auliya’ adalah bentuk jamak dari wali, waliyun atau wakil Allah SWT dalam melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW. Mereka yang dimakamkan di kompleks ini adalah orang-orang yang berjuang seluruh hidup mereka di jalan Allah untuk mengibarkan syi’ar islam.

Di salah satu bagian dari kompleks tersebut terdapat makam dari Syekh Abdul Hannan atau yang lebih dikenal dengan Mbah Dahnan.

Semasa hidupnya beliau adalah sosok kyai yang terkenal dengan gaya hidup yang nyleneh (aneh). Beliau mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Trenggalek, Jawa-Timur. Pondok pesantren itu semasa hidupnya tidak ia beri nama apapun. Santrinya pun tidak banyak, beliau sangat mementingkan kualitas santrinya dibanding kuantitas. Namun dengan berjalannya waktu, Pondok itu orang sering menyebutnya Pondok Kidul kali ( PKK ). Karena pondok itu persis berada di samping sungai Ngasinan Kabupaten Trenggalek.

Ada tiga pelajaran yang sangat berharga penting yang beliau ajarkan.

Pelajaran yang pertama :

Beliau hidup sangat sederhana, rumahnya hanya berdinding anyaman bambu dengan lantai tanah. Beliau tak pernah makan nasi. Beliau hanya makan singkong, tanaman yang tumbuh subur di Trenggalek. Kadang-kadang beliau makan singkong dengan sate ayam tapi itu tidak ia lakukan setiap hari. Dalam seminggu masih dapat dihitung berapa tusuk sate yang ia makan. Satu-satunya barang yang paling berharga yang ia miliki adalah Perkutut Putih. Beliau sangat menyayangi Perkutut tersebut, karena bentuknya yang indah dan suaranya yang merdu, dan tentu saja karena Perkutut Putih itu sangat langka sehingga menjadi incaran para kolektor untuk membelinya dengan harga yang tinggi.

Berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu santrinya, almarhum Syekh Abdul Hannan adalah salah satu sosok yang tak ada tandingannya dalam perilaku ridho, ikhlas dan sabar. Pernah pada suatu pagi, ketika almarhum beserta para santri sedang bekerja di ladang yang tak terlalu jauh dari rumahnya, sang santri melihat ada seseorang yang hendak mencuri Perkutut Putih kesayangan Kyai. Melihat hal tersebut, sang santri langsung melaporkan kepada Mbah Dahnan yang berada tak jauh dibelakangnya. Namun Mbah Dahnan justru menarik tangan santrinya, dan menyuruh untuk bersembunyi di balik semak-semak. Sang santri bertanya kepada Mbah Dahnan, mengapa kita harus bersembunyi? Beliau kemudian memberitahu sebab mereka semua disuruh bersembunyi sementara melihat si pencuri melakukan aksinya, karena beliau merasa kasihan kepada si pencuri, bisa saja si pencuri itu malu dan mengurungkan niatnya untuk mencuri bila ketahuan oleh mereka.

Walaupun Perkutut Putih itu adalah satu-satunya hewan peliharaan paling berharga yang Mbah Dahnan miliki, karena selain langka dan suaranya yang merdu, harganya pun terhitung sangat mahal. Sudah banyak orang menawarkan uang puluhan juta untuk membeli Perkutut Putih tersebut, namun Mbah Dahnan tak pernah mau memberikannya. Tapi di saat ada seseorang mencuri Perkutut putih tersebut, beliau ridho dan ikhlas karena Allah SWT. Beliau tampaknya mengetahui bahwa maling tersebut lebih membutuhkan Perkutut putih kesayangannya dibanding dirinya atau kolektor yang sudah menawarkan harga puluhan juta kepadanya. Beliau pun sangat menyadari bahwa maling itu hanyalah wasilah dari Allah. Dan apapun yang Allah kehendaki atas dirinya itulah yang terbaik menurut ilmu Allah.

Pelajaran yang kedua :

Cerita selanjutnya adalah disaat beliau kehilangan anak pertamanya dan laki-laki satu-satunya saat itu. Di saat anaknya meninggal karena sakit panas, istrinya menangis, dan para santrinya bersedih. Namun Mbah Dahnan justru memuji Allah dan mendendangkan shalawat. Beliau dengan tenang mengafani sendirian kemudian melakukan shalat jenazah bersama para santri-santrinya.

Siapa yang akan rela kehilangan anak laki-laki semata wayangnya ? Namun bila menurut Allah itu yang terbaik, maka beliau pun ridho karena Allah memberikan hadiah yang tak ternilai baginya.

Anak laki-laki yang diambil oleh Allah belum memiliki dosa apapun, sehingga baginya tentu akan mendapatkan surga. Beliau sangat bangga karena memiliki anak yang kelak menjadi penghuni surga. Dan barang siapa yang ridho atas ketentuan Allah dengan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi roji’un maka akan dibangun rumah baginya di surga.

“Apabila meninggal anak seorang hamba, maka Allah SWT berkata kepada malaikat: Apakah kamu telah mencabut roh putra hambaKu. Jawabnya: Ya. Apakah kamu telah mengambil buah hatinya ? Jawabnya: Ya, benar. Maka Allah berkata: “Lalu apa yang diucapkan oleh hambaKu?. Malaikat berkata: “Dia memuji-Mu dan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Maka Allah SWT berkata: “Bangunkan untuk hambaKu tersebut sebuah rumah di surga dan beri nama tempat itu Baitul Hamdi”. (H.R. Turmudzi, dia berkata: Hadis Hasan)

Setelah kematian anak laki-lakinya tersebut, akhirnya beliau diberikan anugrah oleh Allah untuk memiliki 5 orang anak.

Pelajaran yang ketiga :

Kejadian yang paling teringat oleh seluruh santri Mbah Dahnan adalah ketika pesantren yang baru saja mereka bangun dengan susah payah mengalami kebakaran. Di saat para santri sibuk dan panik memadamkan api yang melalap pesantren tersebut, Mbah Dahnan justru menari-nari sambil tak henti-hentinya dari mulutnya memuji Allah dan bershalawat. Akhirnya tak ada yang dapat terselamatkan dari pesantren yang baru mereka bangun. Seluruhnya telah hangus terbakar oleh api. Setelah kejadian tersebut, Mbah Dahnan berserta seluruh santrinya justru mengadakan acara syukuran atas kejadian tersebut.

Hal luar biasa yang dapat kita petik dari beliau adalah, sifat ridho, ikhlas dan sabarnya. Beliau benar-benar yakin bahwa apapun yang diberikan Allah saat ini adalah yang terbaik. Musibah dalam bentuk nikmat dan bencana adalah hal yang pasti terbaik menurut Allah, untuk itulah ia selalu mengucapkan syukur tak terhingga kepada-Nya atas apapun yang terjadi saat itu.

Dan memang, tak beberapa lama setelah kejadian kebakaran tersebut, beliau mendapatkan bantuan untuk mendirikan pondok pesantren yang lebih besar dari pada pondok pesantren terdahulu.

“Dunia itu menjijikkan”. Kalimat itulah yang paling sering Mbah Dahnan ucapkan di saat beliau masih hidup. Kalimat tersebut sangat membekas di kalangan santrinya. Karena logika duniawi “tak kan pernah nyambung”, dibanding dengan ilmu Allah yang sedemikian luasnya.

Tingkatan kita mungkin sangat jauh dibanding beliau, namun dengan membaca kisah hidupnya diatas, insya Allah ada hal yang dapat kita petik untuk dikemudian hari.

Penulis: RedaksiEditor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *